Tanah berlumpur dingin yang kurasakan berubah menjadi sebuah tempat tidur busa dengan selimut hangat menyelimuti tubuhku.
Kubuka kedua mataku, sebuah ruangan remang-remang dengan lilin kecil dan boneka beruang cokelat menyambutku.
Apakah ini surga? Atau ini neraka? Kalau ini adalah surga, pasti Tuhan memiliki selera yang unik, tapi kalau ini adalah neraka, pastilah selera humor Iblis benar-benar buruk.
Sebuah piyama berwarna merah muda memeluk tubuhku dengan lembut tanpa kusadari, entah bagaimana gaun kotorku telah berubah menjadi sebuah piyama bermotif permen.
Tatapan mataku tertuju pada seorang laki-laki, ia mungkin terlihat seperti seorang kakak atau paman muda yang baik.
Kedua matanya terpejam, sementara tubuhnya bergoyang perlahan diatas kursi goyangnya. Laki-laki muda itu mengenakan sebuah syal dan jaket tipis.
Aku berniat untuk bangun dan beranjak dari tempati tidur, sampai kemudian laki-laki muda itu membuka matanya.
Sebuah mata dengan iris merah yang kelam menatapku dengan lembut, ia terlihat tersenyum dengan terpaksa sambil terus menatapku.
"Kau sudah bangun? Kau mungkin terkejut setelah...."
"Apa aku sudah mati?"
Kuucapkan kata-kata itu tanpa berpikir, seakan meluncur begitu saja dari kedua bibirku. Biasanya aku tak mungkin memotong pembicaraan seseorang begitu saja, akan tetapi kondisi seperti ini membuatku terpaksa melakukannya.
Laki-laki itu tersenyum tipis, ia berdiri lalu duduk di salah satu sisi tempat tidur dan menatapku lembut.
"Kau sudah mati... Bukankah kau memang sudah pernah mati berkali-kali?"
Aku terdiam...
Aku memang sudah mati berkali-kali...
Dan juga telah dihidupkan berkali-kali...
Sepertinya orang yang sedang berbicara denganku kini bukanlah Malaikat, ataupun Iblis, apalagi Tuhan.
Akan tetapi, ia juga tidak terlihat seperti manusia...
"Kalau begitu gadis kecil yang sudah mati, bolehkah aku tahu namamu?"
"Candy... Namaku adalah Candy..."
Laki-laki misterius itu mendekatkan wajahnya, kututupkan selimut putih menutupi wajahku.
Aku masih belum mengetahui siapa dan apa maksud dari laki-laki itu, alasan mengapa ia membawaku ke tempat ini.
Hal itu masih belum aku ketahui, karena itulah aku harus waspada.
"Candy ya? Nama yang imut... Perkenalkan, namaku adalah Rivail."
Laki-laki yang mengenalkan dirinya sebagai Rivail itu mengulurkan tangannya padaku, ia mengajakku berjabat tangan.
Kuterima uluran tangannya, ia menjabat tanganku dengan lembut. Seakan-akan ia sedang memegang sebuah kristal kaca yang rapuh. Tangan Rivail besar dan hangat, entah kenapa tangan itu mengingatkanku pada tangan Kakek yang biasa mengelus lembut kepalaku.
"Ngomong-ngomong Candy, aku menyimpan barang-barang yang kaubawa, dan salah satunya aku letakkan di dalam freezer.
Namun tak kusangka, kau tahu...
Suku pedalaman di irian jaya memiliki kebiasaan untuk menyimpan tengkorak kepala orang yang disukai...
Hmm...
Isi tasmu itu..."
Wajahku memucat, aku hampir melupakan kenang-kenangan milik Kak Candice. Rivail tidak melanjutkan kata-katanya, ia hanya terdiam sambil menggaruk rambut kepalanya, seakan merasa bersalah karena mengungkit tentang hal itu.
"Hmm Rivail... Etto... Kakak Rivail?"
Kuturunkan selimut putih dari wajahku, sepertinya Rivail bukanlah orang jahat. Ia memiliki senyuman yang tulus meski berbanding terbalik dengan mata merah mengerikannya.
Selain itu, bukankah jika Rivail adalah orang jahat, seharusnya ia melakukan sesuatu ketika aku tidak sadar.
"Panggil saja Rivail..."
Laki-laki muda itu menolak panggilan Kakak untuk menghormatinya, apa itu agar membuatku tidak merasa sungkan terhadapnya? Atau ia tidak menyukai panggilan itu? Ah sayang sekali, aku tidak bisa membaca raut wajahnya.
"Rivail itu mirip nama malaikat... Apakah Rivail itu adalah malaikat? Atau manusia?"
Pertanyaan bodoh, bukankah jelas-jelas kakak aneh ini bukan malaikat.
Tapi Rivail juga bukan manusia bukan? Soalnya... Mata merah aneh itu...
"Sayangnya... Aku bukanlah diantara keduannya..."
Aku berharap Rivail akan berkata kalau ia adalah manusia dengan penyakit mata atau soft lens berwarna merah. Tapi Ia dengan jelas tanpa ekspresi apapun mengatakan kalau ia bukanlah manusia...
Lalu dia...
Apa dia adalah Iblis?
Rivail mengambil sesuatu dari balik jaket tipis cokelatnya, sebuah revolver berwarna perak. Detak jantungku terhenti, bukan karena takut Rivail akan menembakku...
Akan tetapi sebaliknya...
Aku takut dia akan menyakiti dirinya sendiri dengan benda itu
Suara tembakkan terdengar keras bergema di dalam kamar yang remang-remang itu, selongsong peluru menembus tangan Rivail dengan cepat.
Darah tumpah ke lantai tanpa terciprat kemanapun. Rivail membuat pistol revolver itu menempel di tangannya untuk mengurangi darah yang tumpah kemana-mana.
Ia dengan tenang menembak tangan kirinya sendiri, tanpa ekspresi, dan hanya dengan senyuman anehnya.
"Aku bukanlah manusia ataupun malaikat, aku adalah makhluk yang mendapatkan keabadian dari kematian..."
Pada tangan Rivail muncul gelembung-gelembung kecil yang berasal dari daging dan darah, menutup dan menyembuhkan luka Rivail dengan perlahan.
"Aku adalah keberadaan yang hidup dari mereka yang mati, aku ada agar kematian itu terus ada untuk menjaga kehidupan...
Orang-orang arab padang pasir dahulu pertama kali mengenal kami dengan sebutan Ghul, tapi dalam perkembangannya, orang-orang mengeja nama kami dengan Ghoul, para pencuri mayat."
Semua kata-kata Rivail membuka semua kemungkinan-kemungkinan yang sebelumnya tak mungkin terlintas di kepalaku.
Mungkinkah aku adalah Ghoul? Apakah Rivail menolongku karena aku adalah Ghoul? Ataukah ia memiliki alasan tersembunyi lainnya?
Namun meskipun begitu, luka Rivail sembuh dalam waktu yang lama, berbeda denganku yang mampu menyembuhkan luka itu dalam waktu kurang dari sedetik.
"Apakah aku juga adalah Ghoul?"
Anggukan Rivail menjawab pertanyaanku, sekarang aku tahu kenapa saat itu ada sesuatu yang menggerakkanku untuk memakan Kak Candice, dan kenapa aku memiliki kekuatan regenerasi misterius ini.
"Namun sayangnya Candy... Darah Ghoulmu hanya setengah... Atau mungkin lebih sedikit dari itu..."
Ribuan pertanyaan berterbangan dalam kepalaku, tapi pertanyaan terbesarku adalah... Kenapa? Kenapa Rivail bisa mengetahuinya?
"Dari raut wajahmu sepertinya kamu penasaran dari mana aku mengetahuinya..
.
Aku mengetahuinya....
Karena mungkin akulah yang bertanggung jawab terhadap darah Ghoul dalam dirimu...
Waktu tiba-tiba terhenti, semesta terasa terdiam. Bertanggung jawab?
Tunggu...
Apa maksud kata-kata itu?
Oh Tidak... Kenapa?
Kenapa Tuhan mengabulkan doaku?
Apa kenyataan memang selalu terasa mengejutkan seperti ini?
Tapi... Bukannya Rivail terlihat muda?
Usia kami...
Ahh iya, aku bahkan tidak mengetahui umur asliku.
Dengan regenarasi yang mengerikan seperti ini, mungkinkah kami bisa membuat usia kami terlihat lebih muda?
Kudekatkan tubuhku pada sebuah jendela yang tertutup di dekat tempat tidur.
Rivail hanya terdiam, membiarkanku memuaskan rasa penasaranku.
Malam kelam, sebuah kegelapan tanpa batas, tanpa rembulan, gemintang, maupun arak-arakan awan.
Namun semua hal itu membuat semuanya menjadi bagaikan cermin raksasa, kulihat bayanganku pada kaca jendela itu.
Wajah oval imut dengan bibir mungil yang seharusnya selalu tersenyum. Terbingkai rambut hitam pendek yang tergerai lurus.
Sepasang mutiara merah yang sebelumnya tak ada disana, kini seakan tersenyum mengerikan padaku.
Senyumanku telah menghilang, ternoda oleh gigi taring yang terlihat lebih memanjang dan lidah bagaikan seekor kadal.
Mata merahku....
Tak jauh berbeda dengan mata merah kelam milik Rivail...
No comments:
Post a Comment