Kuambil posisi duduk di pinggir tempat tidur dan bersiap untuk bercerita. Aku memang terbiasa menceritakan sebuah dongeng pada Chiva sebelum ia tidur, karena ia memang selalu menyukai cerita sebelum tidur.
Namun kini rasanya menjadi terasa aneh sekali, karena ini adalah pertama kalinya aku menceritakan sebuah cerita di pagi hari yang beku ini.
"Pada zaman dahulu kala, disaat orang-orang belum mengenal tulusan selain coretan pada dinding, hiduplah putra-putra Adam.
Untuk membuktikan kesetiaan mereka pada Tuhan, Adam memerintahkan putra-putra mereka untuk memberikan sebuah persembahan.
Qabil adalah putra pertama Adam, ia memberikan persembahan pada Tuhan berupa sisa hasil pertaniannya. Qabil memilih tumbuhan dan buah-buahan yang tidak laku dijual di pasar, karena ia menganggap bahwa Tuhan akan menerima semua persembahan tak peduli seburuk apapun itu.
Namun berbeda dengan kakaknya, Habil sangat mencintai Tuhannya. Ia memberikan persembahan dengan salah satu hewan ternak terbaiknya.
Ia menyembelih Dombanya yang paling besar dan paling ia sayangi. Karena ia berpikir bahwa Tuhan yang Maha Agung tentu saja harus diberikan sesembahan yang paling baik.
"Qabil dan Habil? bukannya nama kedua putra Adam adalah Cain dan Abel?"
Tak kusangka, Candy akan menyela ceritaku begitu saja, ia sangat berbeda dengan Chiva yang akan menunggu ceritaku sampai akhir kata sambil menyimpan semua pertanyaan di dalam kepalanya, lalu ia akan memberondongku dengan puluhan pertanyaan setelah ceritaku berakhir.
Candy malah sebaliknya, ia tak memiliki kesabaran untuk melakukannya, setelah dipikir-pikir ia benar-benar mirip dengan orang itu.
"Nama Qabil dan Habil adalah nama yang digunakan oleh orang arab, dan kata itulah yang digunakan dalam kitab suci umat muslim."
Candy membulatkan mulutnya, ia cepat mengerti dan kembali mengambil posisi siap mendengarkan.
"Boleh aku lanjutkan?"
Candy mengangguk sambil sedikit takut, ia membuatku sedikit merasa kesal karena baru kali ini ada yang berani menyela ceritaku di pertengahan cerita.
Meskipun aku mencoba menyembunyikannya, tetapi sepertinya raut wajahku telah terbaca oleh Candy
"Baiklah kalau begitu akan kulanjutkan.
Ketika dua persembahan itu di letakkan pada sebuah altar dari batu-batu yang disusun, dari langit muncullah sebuah cahaya putih menyilukan.
Cahaya itu bagaikan api, membakar dengan cepat benda apapun yang disentuhnya, akan tetapi ia tidak sepanas api. Ia hanya terasa bagaikan segelas air hangat. Cahaya itu bergerak cepat menyambar altar batu tempat persembahan diletakkan, lalu kembali terbang ke langit tempat ia berasal.
Apa yang diambil Cahaya itu adalah domba persembahan Habil, dan apa yang ia tinggalkan adalah hasil pertanian milik Qabil.
Qabil yang tidak diterima karena persembahannya tidak diterima oleh Tuhan menjadi gelap mata. Ia kemudian melakukan sebuah dosa yang belum pernah dilakukan oleh manusia sebelumnya..."
Kuputus ceritaku di tengah jalan, mengambil nafas panjang sejenak sebelum akhirnya mulai bercerita kembali.
Sementara itu Candy kini berubah menjadi setenang Chiva ketika ia mendengar ceritaku. Tapi berbeda dengan gadis itu, Candy terlihat lebih khusyuk dan tidak tersenyam-senyum memikirkan pertanyaan sulit untuk membuat kepalaku pening.
"Apa Papa haus?"
Kugelengkan kepalaku, untuk sejenak aku seperti kehabisan kata-kata. Wajah mungil Candy mengingatkanku pada bayang-banyang masa lalu yang berusaha untuk kuhapus. Ia bagaikan perwujudan hantu masa lalu yang tidak ingin kutemui.
"Tidak Candy... Aku tidak haus, oh ya sampai dari mana kita?
Oh sekarang aku ingat...
Dosa Qabil yang belum pernah dilakukan oleh manusia sebelum ia adalah pembunuhan. Dengan menggunakan salah satu batu yang digunakan untuk membangun Altar, Qabil memecahkan kepala Habil sampai hancur berkeping-keping.
Setelah melakukan dosa pertamanya itu, Qabil tersadar akan kesalahannya. Ia kini kebingungan dengan mayat saudaranya. Kemanakah ia akan menyembunyikannya? Dimanakah ia harus menyembunyikannya dari keluarganya?
Tiba-tiba ketika Qabil masih dibingungkan oleh perbuatannya, sepasang gagak yang entah dari mana muncul. Mereka bertarung satu dengan yang lainnya sampai salah satu dari mereka mati, sepasang gagak itu membuat Qabil seolah-olah melihat bayangannya sendiri. Qabil merasa tertarik dengan kedua gagak itu dan terus mengamati mereka.
Salah satu gagak yang hidup menyeret tubuh gagak mati pada sebuah tanah lunak, gagak yang masih hidup menggaruk-garuk tanah. Ia terus-menerus menggaruk-garuk tanah tempatnya berada, sampai kemudian sebuah lubang muncul di tanah.
Gagak yang masih hidup memasukkan gagak mati pada lubang itu, lalu menguburkannya. Seolah-olah mendapatkan petunjuk dari sepasang gagak yang berkelahi itu, Qabil akhirnya melakukan hal yang sama pada mayat Habil.
Kematian Habil adalah pembunuhan, serta kematian manusia pertama yang ada di dunia ini. Hal itu berhasil membuat alam menangis, langit berubah menjadi mendung gelap, petir menggelegar, dan juga air meluap.
Qabil yang ketakutan segera menguburkan Habil dengan tanah persis seperti yang Gagak hidup lakukan pada gagak mati.
Melihat alam bersedih dan marah padanya, ia berlari dan terus berlari. Ia tahu kalau ia tak mungkin lari dari amarah Tuhan. Akan tetapi ia tetap berlari sampai akhirnya sampailah ia ke dalam sebuah gua yang gelap.
Di dalam gua itu Qabil mendapatkan sebuah kutukan dari Tuhan, sebuah kutukan keabadian waktu selama ia berada di dalam kegelapan. Ia dikutuk dengan tubuh mayat dan juga perut yang hanya dapat diisi daging dan darah manusia, akan tetapi meskipun ia memiliki keabadian ia juga memiliki kelemahan terhadap cahaya.
Disaat Tuhan meninggalkannya, datanglah salah satu keturunan Lilitu bernama Laili. Lilitu adalah manusia yang menikah dengan Iblis, banyak kisah yang mengatakan bahwa ia adalah istri pertama Adam, dan merupakan manusia pertama yang diusir dari surga.
Laili menawarkan Qabil sebuah rumah di dalam perut bumi, dimana Iblis, Jin dan makhluk kegelapan tinggal. Qabil yang tak bisa kembali ke dunia atas dimana cahaya bersinar terang terpaksa menerima tawaran Laili dan tinggal di dunia bawah.
Di dunia kegelapan itu Qabil menikah dengan Laili...
Pernikahan yang paling mengerikan...
Dari mereka terlahirlah Vampire, dan Ghoul. Makhluk-makhluk kegelapan yang membutuhkan bagian tubuh manusia agar terus hidup abadi."
Kuhentikan ceritaku sejenak, udara mulai menghangat. Kulihat sinar matahari mulai menembus kaca jendela, sayup-sayup terdengar suara ayam jantan berkokok.
Melihat berkas-berkas sinar itu tanpa kusadari ingatan masa laluku kembali berputar, kutepis sejenak dan mencoba kembali pada ceritaku.
"Apa ceritanya... Hanya itu saja?"
Aku kehabisan kata-kata, tunggu apa yang harus kuceritakaan setelah ini? Kepalaku terasa pening? Apa karena selama ini aku menceritakan cerita pada Chiva pada waktu malam hari?
"Ahh iya...
Ceritanya selesai...
Apa yang ingin kukatakan adalah...
Ghoul tidak perlu memakan daging manusia selama mereka tidak terluka parah atau menggunakan kekuatan mereka."
Candy mungkin berpikir aku sedang bercanda, ia masih duduk sambil menatapku dengan posisi yang sama. Ia masih menunggu kelanjutan cerita itu...
"Aku tidak bercanda, ceritanya sekarang sudah selesai dan aku harus segera membuatkan sarapan untukmu."
Kuhelakan nafasku panjang sambil beranjak dari kamar Chiva yang kini digunakan oleh Candy. Rasanya sepertinya aku memang tidak cocok untuk mendongeng di waktu pagi.
Tiba-tiba jantungku berdesir.
Tidak...
Aku kesulitan mendongeng seperti biasa bukan karena hal itu.
Namun karena gadis kecil itu...
Kelakuan dan cara ia menatapku...
Benar-benar terasa seperti wanita itu...
Kulangkahkan kakiku menuruni tangga. Sambil mencoba mengusir bayangan masa lalu yang selalu mencoba menghantuiku.
.........................
Pintu kamar kayu jati tertutup, Papa pergi begitu saja. Aku sudah berkali-kali mendengar atau membaca cerita, baik itu dari buku cerita atau dongeng yang di ceritakan oleh Kak Candice.
Tapi baru kali ini aku mendengar sebuah cerita yang terasa seakan terpotong bergitu saja, awalanya Papa terlihat begitu menghayati ceritanya. Akan tetapi tiba-tiba entah bagaimana ia berubah menjadi seakan tengah membenci ceritanya sendiri...
Dengan selimut yang membungkus tubuhku, aku segera turun dari tempat tidur. Kulihat kesekeliling, kamar tempatku tertidur terlihat seperti kamar seorang anak perempuan, dengan warna cokelat cerah pada dinding kayunya.
Pandanganku tertuju pada sebuah pigura foto yang diletakkan di atas sebuah rak kayu cokelat. Pigura itu berwarna cokelat muda, dua sosok di dalam foto itu terlihat akrab.
Kulihat seorang gadis kecil di foto itu tersenyum lebar sambil memeluk seorang laki-laki yang tampak terganggu dengan kelakuannya. Meski tak terlalu jelas karena hari masih pagi, tapi raut wajah laki-laki di foto itu terlihat jelas.
Laki-laki itu adalah Papa...
Sementara gadis di foto itu... Apakah ia Chiva?
Sinar matahari mulai bersinar semakin cerah dan membuat pigura foto cokelat muda itu terlihat makin jelas.
Jantungku terasa berhenti ketika melihat wajah gadis kecil di dalam foto itu. Rambut gadis itu terpotong pendek, sangat pendek jika dibandingkan dengan rambut sebahuku.
Namun wajah gadis itu...
Kenapa? Kenapa bisa semirip itu dengan wajahku?
Seakan-akan aku melihat diriku sendiri dalam foto itu...
NB :
Pembuat cerita Corpse Loli disini bukan saya, Saya hanya repost saja. Pembuat cerita Corpse Loli adalah Pena Inksword
Dengan link fb : https://m.facebook.com/profile.php?id=100008474175908&refid=18
No comments:
Post a Comment